MAKALAH
SEJARAH
KEBUDAYAAN ISLAM
‘’KEBIJAKAN DAN STRATEGI UMAR BIN KHATTAB’’
Disusun
Oleh :
1.Ilham utomo
2.Muhammad wahyu bayu aji
3.nur alfiani
3.oni restiani
5.umi hasanah
Madrasah
aliyah nahdlatussubban
Arjowinangun
pacitan jawa timur
BAB I
PENDAHULUAN
Maju dan mundurnya sebuah pemerintahan akan sangat
bergantung kepada pemegang kekuasaan. Peradaban suatu bangsa pun pasti tak akan
pernah terlepas dari kebijakan yang ada pada bangsa itu sendiri. Kerapkali
kemunduran bahkan kehancuran suatu bangsa bermula dari salah kaprahnya
kebijakan yang diterapkan. Namun tak jarang juga, arus kemajuan dan kejayaan
suatu bangsa bermuara dari kebijakan. Kebijakan sangat menentukan haluan suatu
bangsa, kemana nohkoda bangsa hendak berlayar. Oleh karena itu, kebijakan
merupakan hal yang sangat esensial dalam menentukan pengembangan sebuah bangsa
dalam rangka membangun satu peradaban dan menorehkan kemajuan. Pendek kata,
maju mundurnya suatu bangsa sangat tergantung pada kebijakan yang diterapkan.
Sebagai terminal akhir suatu kebijakan, maka kemampuan
seorang pemimpin sangat menentukan. Tercatat dalam lembaran sejarah, Islam
pernah memiliki pemimpin-pemimpin (khalifah) yang namanya masih acapkali
dibicarakan, baik di kalangan akademisi maupun non-akademisi, bahkan menjadi
rujukan dalam memformulasikan suatu tindakan berupa kebijakan yang menyentuh
wilayah politik, sosial, dan ekonomi.
Di tangan merekalah kejayaan Islam pernah diraih. Kala
itu, kemajuan Islam sungguh berada pada puncaknya, baik dari aspek politik,
sosial, ekonomi dan budaya. Kemajuan di bidang politik dibuktikan dengan
meluasnya ekspansi Islam ke berbagai negara sekitarnya. Kekuatan politik
menyumbang dampak positif terhadap kesejahteraan sosial masyarakat, dengan
diterapkannya berbagai kebijakan berdasarkan dengan tuntutan realitas dan
kesejahteraan yangberlandaskan perintah yang termaktub dalam
al-Qur’an dan as-Sunnah.
Berkaitan dengan itu, Umar bin Khattab adalah salah
satu khalifah yang pernah menorehkan tinta emas pada lembaran sejarah peradaban
umat Islam. Pada masanya, pemerintahan Islam semakin kuat, yang
didukung dengan formulasi kebijakan yang sangat fenomenal. Banyak
perubahan yang dilakukan, bukan saja di ranah ritual keagamaan, tetapi juga
meliputi aspek sosial budaya, terutama pada ranah kebijakan ekonomi.
BAB II
PEMBAHASAN
A. KEBIJAKAN-KEBIJAKAN UMAR BIN KHATTAB RA
Pada periode Khalifah Umar (634-644 M),
peta Islam meluas di Timur sampai perbatasan India dan sebagian Asia Tengah di
Barat sampai Afrika Utara. Setelah memangku jabatan kekhalifahan, Umar
melanjutkan kebijakan perang yang telah dimulai oleh Abu Bakar untuk menghadapi
tentara Sasania maupun Byzantium baik di front Timur ( Persia ), Utara (Syam)
maupun di Barat (Mesir). Ada beberapa sebab ekspansi Umar Bin Khattab ke
wilayah-wilayah tersebut di antaranya :
a. Letak geografis Persia, Syam, Iraq
maupun Mesir adalah wilayah perbatasan dengan pemerintahan Islam. Daerah
Byzantium terletak sebelah barat laut dari Arab terdiri dari Syiria, Palestina,
Yordania, dan Mesir. Mereka, sejak awal, memiliki hubungan yang kurang harmonis
dengan bangsa Arab.
b. Pada saat itu, Sungai Nil (Mesir) dan
Mesopotamia merupakan lahan yang subur. Jika dibandingkan dengan keadaan di
Arab yang gersang dan tandus, maka hal ini menarik keinginan para prajurit
Islam untuk menguasai wilayah tersebut sebagai sentrum perjuangan dakwah di
luar Jazirah Arab.
c. Damaskus pada saat itu merupakan kota
penting. Damaskus dijadikan kota dan jalur perdagangan internasional.
Adapun
sebab-sebab yang membuat ekspansi Islam berhasil dengan cepat adalah:
a. Ajaran-ajaran Islam mencakup kehidupan
didunia dan akhirat.
b. Keyakinan yang mendalam di hati para
sahabat tentang kewajiban menyampaikan ajaran-ajaran Islam ke seluruh daerah.
c. Kekaisaran Persia dan Byzantium dalam
keadaan lemah
d. Islam tidak memaksa rakyat di wilayah
perluasan untuk mengubah agamanya.
e. Rakyat di wilayah tersebut memandang
bangsa Arab lebih dekat kepada mereka daripada Byzantium
f. Wilayah perluasan adalah daerah yang
subur.
Untuk pengelolaan wilayah perluasan,
Umar membawa transformasi penakluk arab menjadi sebuah kelompok elite militer
untuk bertugas menjalankan penaklukan berikutnya, dan untuk membentengi
wilayah-wilayah yang telah ditundukkan. Mereka sama sekali tidak terlihat
sebagai pekerja atau profesi dari pekerjaan penduduk setempat, juga tidak
sebagai pemilik tanah atau sebagai petani untuk mencegah penyerbuan Badui
secara semena-mena.
Upaya lain yang ditempuh Umar adalah
warga taklukan tidak diganggu, artinya muslim Arab tidak boleh memaksakan agar
mereka masuk Islam. Khalifah Umar juga mengirimkan gubernur untuk menangani
pengumpulan pajak upeti, untuk mengawasi distribusi dari pendapatan pajak
sebagai gaji tentara, dan untuk memimpin orang Arab dalam peperangan dan dalam
pelaksanaan shalat berjama’ah.
Satu keterkaitan antara perluasan dan
pengelolaan wilayah kekuasaan dengan masuk Islamnya penduduk di wilayah-wilayah
tersebut adalah sikap toleransi dari kaum Muslimin dan mereka mendapatkan
perlakuan yang baik. Mereka hidup lebih aman dan damai di bawah perlindungan
pemerintahan Islam dibandingkan ketika mereka hidup dibwah tekanan kekuasaan
hegemoni Byzantium dan Sasania, sehingga mereka masuk Islam dengan kemauan
sendiri tanpa adanya paksaan dari kaum muslimin.
2. PENGELOLAAN KAS NEGARA
Pada masa Rasulullah SAW dan Abu Bakar,
kekuasaan bersifat sentral (eksekutif, legislatif, dan yudikatif terpusat pada
pemimpin tertinggi), sedangkan pada masa Umar, lembaga yudikatif dipisahkan
dengan didirikannya lembaga pengadilan.
Diantara kebijakan yang dilakukan umar adalah menata
pemerintahan dengan membentuk departemen-departemen (diwan), mengadopsi model
persia. Misalnya untuk menjaga keamanan dan ketertiban dibentuk jawatan
kepolisian dan juga jawatan pekerjaan umum. Tugas diwan adalah menyampaikan
perintah dari pemerintah pusat ke daerah-daerah dan menyampaikan laporan
tentang perilaku dan tindakan-tindakan penguasa daerah kepada khalifah. Wilayah
negara pada masa pemerintahannya dibagi menjadi delapan provinsi, yaitu :
Mekkah, Madinah, Syria, Jazirah, Bashrah, Kufah, Palestina, dan Mesir.
Tujuannya adalah untuk melancarkan hubungan antar daerah.
Pada masa Umar ini pulalah mulai diatur
dan ditertibkan tentang pembayaran gaji dan pajak tanah.
Terkait dengan
masalah pajak, Umar membagi warga negaranya dalam dua kelompok yaitu muslim dan
non muslim (dzimmy). Bagi
muslim diwajibkan untuk membayar zakat, sedangkan bagi non muslim dipungut kharaj (pajak
tanah) danjizyah (pajak
kepala). Bagi muslim diberlakukan hukum islam, bagi non muslim diperlakukan
hukum menurut agama atau adat mereka masing-masing. Untuk mengelola keuangan
negara didirikan Baitul Mal. Mata uang telah ditempa sendiri pada masanya. Kemudian
untuk mengenang peristiwa hijrah ditetapkan peristiwa tersebut sebagai awal
tahun hijriah. Seluruh kebijakan yang dilaksanakan, pada hakekatnya
merupakan upaya mengkonsolidasikan bangsa Arab dan melebur suku-suku Arab ke
dalam satu bangsa.
Kebijakan Umar yang lain dalam hal
pengelolaan kas negara adalah Umar menerapkan pajak perdagangan (bea cukai)
yang bernama al-‘Ushur, Ia mengadopsi sistem ini ketika ia mendapat laporan
bahwa apabila pedagang Arab datang ke Byzantium, maka pedagang tersebut
ditarik pajak 10% dari barang yang dijual. Sementara itu bagi dzimmiyang
berada di dalam negeri dikenakan sebesar 5%, sedangkan bagi
orang Islam membayar 2,5% dari harga barang dagangan. Umar juga mengeluarkan
beberapa kebijakan yang inovatif yang tidak terdapat pada periode sebelumnya,
misalnya demi keamanan, menjaga kualitas/mutu tentara Arab, produksi panen yang
memadai, menghindari negara dari kerugian pajak 80%, keadilan, menghindari
diskriminasi Arab dan non-Arab, khalifah melarang transaksi jual beli tanah
bagi orang Arab di luar Arab. al-Mal
al-Ghanimahselama pemerintahannya dibagikan kepada
kepala negara sebesar 20% dan tentara 80%, Umar memasukkannya ke kas negara.
3. PENATAAN BIROKRASI PEMERINTAHAN
Masa Khalifah Umar lembaga yudikatif sudah berdiri sendiri,
terpisah dari eksekutif dan legislatif. Ia memisahkan kekuasaan yudikatif di
Madinah dari kekuasaannya, dan untuk itu ia mengangkat Abu ad-Darda’ yang
diberi gelar Qadi(Hakim).
Dalam pemerintahan Umar terjadi banyak perubahan, ia membangun jaringan
pemerintahan sipil yang sempurna tanpa memperoleh contoh sebelumnya, sehingga
ia pantas mendapatkan julukan “Peletak Dasar/Pembangun Negara Modern”.Hal-hal
penting sebagai prasyarat bagi suatu bentuk pemerintahan yang demokratis sudah
mulai diletakkan. Dalam masa pemerintahannya terdapat dua lembaga penasehat,
yaitu majelis yang bersidang atas pemberitahuan umum dan majelis yang hanya
membahas masalah-masalah yang penting.
Wilayah negara terdiri dari
provinsi-provinsi yang berotonomi penuh, kepala pemerintahan provinsi bergelar Amir.
Di setiap provinsi tetap berlaku adat kebiasaan setempat selama tidak
bertentangan dengan aturan pemerintah pusat. Para Amir(gubernur)
provinsi dan para pejabat distrik sering diangkat melalui pemilihan.
Pemerintahan Umar menjamin hak setiap orang dan orang-orang menggunakan
kemerdekaannya dengan seluas-luasnya. Khalifah tidak memberikan hak istimewa
tertentu. Tidak seorangpun memperoleh pengawal, tidak ada istana dan pakaian
kebesaran, baik untuk khalifah sendiri maupun bawahan-bawahannya. Tidak ada
perbedaan antara penguasa dan rakyat, setiap waktu mereka dapat dihubungi oleh
rakyat.
Agar mekanisme pemerintahan berjalan
lancar, dibentuk organisasi negara Islam yang pada garis besarnya sebagai
berikut :
a. An-Nidham As-Siyasy (Organisasi Politik), yang mencakup :
· Al-Khilafat :
terkait dengan cara memilih khalifah
· Al-Wizariat : para wazir (menteri) yang bertugas membantu khalifah
dalam urusan pemerintahan.
· Al-Kitabat : terkait dengan pengangkatan orang untuk
mengurusi sekretariat negara.
b. An-Nidham Al-Idary : organisasi tata usaha/administrasi negara, saat itu
masih sangat sederhana.
c. An-Nidham Al-Maly : organisasi keuangan negara, mengelola masalah keluar
masuknya uang negara. Untuk itu dibentuk Baitul
Mal.
d. An-Nidham Al-Harby : organisasi ketentaraan yang meliputi susunan tentara,
urusan gaji tentara, urusan persenjataan, pengadaan asrama-asrama dan benteng-benteng
pertahanan.
Pengembangan sistem birokrasi
pemerintahan yang dihasilkan oleh pemikiran keras Umar bin Khattab ini
diperoleh setelah berhasil memadukan sistem yang ada di daerah perluasan dengan
kebutuhan masyarakat yang sudah mulai berkembang pada saat itu.
4. PEMBERLAKUAN IJTIHAD
Pada saat agama Islam telah meluas
hingga ke Syam, Mesir dan Persia, agama Islam banyak menjumpai kebudayaan baru
yang hidup di negeri-negeri itu, sehingga timbullah berbagai macam kesulitan
dan masalah-masalah yang belum pernah ditemui oleh kaum muslim.
Umar bukan saja menciptakan
peraturan-peraturan baru, tetapi juga memperbaiki dan mengadakan perubahan
terhadap peraturan yang telah ada, bilamana peraturan itu memang harus
diperbaiki dan diubah. Misalnya peraturan
yang telah berlaku bahwa kaum muslim diberi hak menguasai tanah dan segala
sesuatu yang didapat dengan berperang, Umar mengubah-nya bahwa tanah itu harus
tetap di tangan pemiliknya semula tetapi dikenai pajak tanah (kharaj).
Di antara ijtihadnya di bidang hukum
yang cukup spektakuler yaitu:
a. tidak melaksanakan hukuman potong tangan
terhadap pencuri yang terpaksa mencuri demi membebaskan dirinya dari kelaparan.
b. menghapuskan bagian zakat bagi para muallaf (orang
yang dibujuk hatinya karena baru masuk Islam).
c. menghapuskan hukum mut’ah (kawin
kontrak) yang semula diperbolehkan dan sampai sekarang masih diakui oleh
orang-orang Syi’ah Itsna ‘Asyariyah.
Dengan melaksanakan ijtihad, Umar hanya
ingin memberikan tuntunan dan pengertian bahwa ajaran Islam itu tidak kaku,
tapi bisa lentur dan luwes sesuai dengan perkembangan zaman dan permasalahan
yang dihadapi dengan tetap mengacu pada substansi ajaran yang ada dalam
al-Qur’an dan al-Hadits.[11]
BAB III
KESIMPULAN
1. Pada periode Khalifah Umar (634-644 M),
peta Islam semakin meluas, di Timur sampai perbatasan India dan sebagian Asia
Tengah di Barat sampai Afrika Utara. Setelah memangku jabatan kekhalifahan,
Umar dengan strategi kebijakannya setelah mempertimbangkan bahwa wilayah
kekuasaan Islam semakin luas, maka di buatlah sistem pemerintahan dengan sistem
desentralisasi yang menyerahkan wewenang pemerintahan sepenuhnya kepada daerah
untuk mengatur dan mengurus urusan pemerintahan sendiri, dengan tidak terlepas
dari pertanggungjawaban kepada khalifah.